Struktur Pendidikan
Sama
dengan Indonesia, di Jepang juga ada program Wajib Belajar (pendidikan dasar
dan menengah) yang berlaku untuk penduduk berusia 6 hingga 15 tahun.
Tahun
ajaran biasanya dimulai pada bulan April. Satu tahun ajaran dibagi menjadi 3
semester yang dipisahkan oleh liburan singkat musim semi dan musim dingin,
serta liburan musim panas yang lebih panjang (lama liburan sekolah bergantung
kepada iklim tempat sekolah tersebut berada). Di Hokkaido dan tempat-tempat
yang banyak turun salju, libur musim dingin lebih panjang dan libur musim panas
lebih pendek.
Pendidikan Usia Dini & Taman Kanak-kanak
Pendidikan
anak usia dini dimulai di rumah. Ada banyak buku dan acara televisi yang
ditujukan untuk membantu ibu & ayah untuk mendidik anak-anak mereka dan
metode ini dianggap lebih efektif. Sebagian besar pelatihan rumah dikhususkan
untuk mengajar tata krama, perilaku sosial yang tepat, dan bermain terstruktur,
meskipun jumlah verbal dan keterampilan juga tema populer. Orang tua sangat
berkomitmen untuk pendidikan awal dan sering mendaftarkan anak-anak mereka di
TK. Selain TK terdapat sistem yang dikembangkan dengan baik pusat penitipan
anak yang diawasi pemerintah (hoikuen 保育 园).
Berikut
ini kegiatan anak-anak di tingkat Tk (mulai dari jam 8.50 – 15.00) antara lain:
masuk kelas, menaruh barang di loker, duduk di bangku masing-masing, absen,
salam, materi hari ini, istirahat (ke toilet latihan cara buang air sendiri,
cebok, dan mencuci tangan dengan sabun), menyanyi, senam pagi, kembali ke
kelas, mencopot kaus kaki, bermain (di luar kelas/di kebun/halaman sekolah),
merapikan alat bermain, bersiap makan (cuci tangan dan ugai = memasukkan air ke
tenggorokan tapi tidak ditelan, untuk mencegah batuk/pilek), kembali ke kelas
untuk makan siang (bento =bekal makan masing-masing), menggosok gigi, bermain
di kelas (permainan tradisional atau modern), bersiap untuk pulang, menyanyi
lagu/salam perpisahan, baris per kelas di depan sekolah, pulang.
Sekolah Dasar
Lebih
dari 99% dari anak-anak usia sekolah dasar terdaftar di sekolah. Semua
anak-anak memasuki kelas 1 pada usia 6 tahun, dan sekolah mulai dianggap
sebagai peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak.
Hampir
semua pendidikan dasar berlangsung di sekolah umum; kurang dari 1% dari sekolah
swasta (karena sekolah swasta cenderung mahal).
Kebanyakan
sekolah negeri, tidak mewajibkan seragam, namun
harus mengenakan name tag di saku kiri baju. Lalu, biasanya ada juga
badge di bahu kirinya, yang warnanya disesuaikan dengan tingkatan kelas (misalnya
kuning untuk kelas 1).
Biasanya
tas anak SD dilengkapi dengan peluit kecil (yang dibagikan gratis dari
sekolah). Peluit ini diajarkan kepada anak-anak untuk ditiup kalo bertemu dengan
orang asing yang
mengganggu.
Kemudian
juga harus membawa termos air minum setiap hari (karena gak ada pedagang kaki lima
yang nongkrong di pagar sekolah). Mereka juga diwajibkan untuk membawa mug
kecil (wadah air sbg tmpt kumur2 pada saat sikat gigi sehabis makan siang).
Lalu lap tangan dan serbet untuk alas makan siang. Semua alat itudibawa bolak
balik ke sekolah, kecuali sikat gigi dan mug (tapi harus dicuci dahulu setiap
kali pulang). Siswa SD di Jepang memiliki tugas melayani makan siang
(menuangkan makanan ke piring) teman-temannya (beregu bergantian sesuai piket).
Hal ini dilakukan atas dasar untuk
mengajarkan kerjasama tim dari mulai usia dini.
Pelajaran
di tingkat SD biasanya hanya ada 4 yaitu : Huruf Jepang (menulis dan membaca),
Matematika, Olahraga dan BudiPekerti.
Oh ya,
pendidikan dasar di Jepang tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa
yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik
ke kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir pun tidak ada, karena SD dan SMP
masih termasuk kelompok "compulsoy education”, sehingga siswa yang telah
menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP.
Tentu
saja guru tetap melakukan ulangan sekali2 untuk mengecek daya tangkap siswa.
Dan penilaian ulangan pun tidak dengan angka tetapi dengan huruf : A, B, C, kecuali
untuk matematika. Dari kelas 4 hingga kelas 6 juga dilakukan test IQ untuk
melihat kemampuan dasar siswa. Data ini dipakai bukan untuk mengelompokkan
siswa berdasarkan hasil test IQ-nya, tetapi untuk memberikan perhatian lebih
kepada siswa dengan kemampuan di atas normal atau di bawah normal. Perlu
diketahui, siswa2 di Jepang tidak dikelompokkan berdasarkan kepandaian, tetapi
semua anak dianggap `bisa` mengikuti pelajaran, sehingga kelas berisi siswa
dengan beragam kemampuan akademik.
Compulsary
Education (dalam bahasa Jepang disebut ‘gimukyouiku’) atau istilah dalam bahasa
Indonesia adalah "program wajib belajar".
Compulsory
Education di Jepang dilaksanakan dengan prinsip memberikan akses penuh kepada
semua anak untuk mengenyam pendidikan selama 9 tahun (SD dan SMP) dengan
menggratiskan ‘tuition fee’, dan mewajibkan orang tua untuk menyekolahkan anak
(ditetapkan dalam Fundamental Law of Education). Untuk memudahkan akses, maka
di setiap distrik didirikan SD dan SMP walaupun daerah kampung dan siswanya
minim (per kelas 10-11 siswa). Orang tua pun tidak boleh menyekolahkan anak ke
distrik yang lain, jadi selama masa compulsory education, anak bersekolah di
distrik masing-masing.
Tentu
saja mutu sekolah negeri di semua distrik sama, dalam arti fasilitas sekolah,
bangunan sekolah, tenaga pengajar dengan persyaratan yang sama (guru harus
memegang lisensi mengajar yang dikeluarkan oleh Educational Board setiap
prefecture). Oleh karena itu mutu siswa SD dan SMP di Jepang yang bersekolah di
sekolah negeri dapat dikatakan `sama`, sebab Ministry of Education
mengondisikan equality di semua sekolah. Saat ini tengah digalakkan program
reformasi yang memberi kesempatan kepada sekolah untuk berkreasi mengembangkan
proses pendidikannya, tetapi tetap saja dalam pantauan MOE.
Dalam
pengertian negara maju, compulsory education mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1)
adanya unsur paksaan agar peserta didik bersekolah,
2)
diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar,
3) ada
sanksi bagi orang tua yang membiarkan anaknya tidak sekolah
4)
tolok ukur keberhasilan Wajar adalah tidak adanya orang tua yang terkena sanksi
karena telah mendorong anaknya bersekolah.
Dengan
adanya peraturan ini, maka kewajiban orang tua adalah memberikan pendidikan
kepada putra-putrinya baik di sekolah maupun jika dia tidak mau, pendidikan di
rumah pun (home schooling) bisa ditempuh.
Berbeda
dengan Wajib Belajar di Indonesia dicirikan:
1)
tidak bersifat paksaan melainkan persuasif
2)
tidak ada sanksi hukum, sekedar sanksi moral
3)
tidak diatur dalam undang-undang tersendiri
4)
keberhasilan diukur dengan angka partisipasi dalam pendidikan
Karena
hanyalah himbuan, pemerintah dan masyarakat tampak tidak serius menangani
pendidikan.
Harusnya
ini menjadi P.R bagi pemerintahan kita.
Sekolah Menengah Pertama
Tidak
seperti siswa SD, siswa SMP memiliki guru yang berbeda untuk mata pelajaran
yang berbeda.
Instruksi
di SMP cenderung mengandalkan metode ceramah. Guru juga menggunakan media lain,
seperti televisi dan radio, dan ada beberapa pekerjaan laboratorium.
Oh ya,
saya juga mendapat info bahwa semua orang harus belajar karya klasik sejak SMP.
Karya tertua yang terkenal adalah GENJI MONOGATARI atau HIKAYAT GENJI yang
umurnya 1000 tahun! Tidak hanya sebatas informasi saja yang diberikan di SMP
dan SMU Jepang, namun mereka juga diajari Tata Bahasa Jepang Klasik yang dipakai
pada saat HIKAYAT GENJI ini dibuat.
Di
tingkat SMP dan SMA, sama seperti di Indonesia, ada dua kali ulangan, mid test
dan final test, tetapi tidak bersifat wajib atau pun nasional. Di beberapa
prefecture yang melaksanakan ujian, final test dilaksanakan serentak selama
tiga hari, dengan materi ujian yang dibuat oleh sekolah berdasarkan standar
dari Educational Board di setiap prefektur. Penilaian kelulusan siswa SMP dan
SMA tidak berdasarkan hasil final test, tapi akumulasi dari nilai test sehari2,
ekstra kurikuler, mid test dan final test. Dengan sistem seperti ini, tentu
saja hampir 100% siswa naik kelas atau dapat lulus.
Selanjutnya
siswa lulusan SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi kali ini mereka
harus mengikuti ujian masuk SMA yang bersifat standar, artinya soal ujian
dibuat oleh Educational Board di setiap prefektur. Di Aichi prefecture, SMA-SMA
dikelompokkan dengan pengelompokan A, B. Pengelompokan tersebut dibuat dalam
proses memilih SMA. Setiap siswa dapat memilih satu sekolah di kelompok A dan
satu sekolah di kelompok B. Jika si siswa lulus dalam kelompok A, maka secara
otomatis dia gugur dari kelompok B. Dalam memilih SMA, siswa berkonsultasi
dengan guru, orang tua atau disediakan lembaga khusus di Educational Board yang
bertugas melayani konsultasi dalam memilih sekolah. Ujian masuk pun hampir
serentak di seluruh jepang dengan bidang studi yang sama yaitu, Bahasa Jepang,
English, Math, Social Studies, dan Science. Di level ini siswa dapat memilih
sekolah di distrik lain.
Sekolah Menengah Atas
Meskipun
SMA tidak wajib di Jepang, 94% dari semua lulusan SMP melanjutkan ke tingkat
SMA. Di tingkat ini, mulai banyak sekolah milik swasta (mencapai sekitar 55% ).
Siswa
SMA tidak mengikuti ujian kelulusan secara nasional, tetapi ada beberapa
prefecture yang melaksanakan ujian. Penilaian kelulusan siswa berbeda di setiap
prefecture. Mengingat angka Drop out siswa SMA meningkat di tahun 1990-an, maka
beberapa sekolah tidak mengadakan ujian akhir, jadi kelulusan hanya berdasarkan
hasil ujian harian.
Untuk
masuk universitas, siswa lulusan SMA diharuskan mengikuti ujian masuk
universitas yang berskala nasional. Ini yang dianggap `neraka` oleh sebagian
besar siswa SMA. Ujian masuk PT dilakukan dua tahap. Pertama secara nasional-
soal ujian disusun oleh Ministry of education, terdiri dari lima subject, sama
seperti ujian masuk SMA-, selanjutnya siswa harus mengikuti ujian masuk yang
dilakukan masing2 universitas, tepatnya ujian masuk di setiap fakultas. Skor
kelulusan adalah akumulasi ujian masuk nasional dan ujian di setiap PT. Seperti
halnya di Indonesia, skor hasil UMPTN tidak diumumkan, tetapi jawaban ujian
diberitakan via koran, TV atau internet, sehingga siswa dapat mengira2 sendiri
berapa total score yg didapat. Siswa yang memilih Universitas dg skor tinggi,
tapi ternyata skornya tidak memadai, dapat mengacu ke pilihan universitas ke-2.
Namun jika skornya tidak mencukupi, maka siswa tidak dapat masuk Universitas.
Selanjutnya dia dapat mengikuti ujian masuk PT swasta atau menjalani masa ronin
(menyiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk di tahun berikutnya) di prepatory
school (yobikou)
Perguruan Tinggi
Secara
umum sistem pendidikan tinggi di Jepang dapat dikategorikan ke dalam 4 bagian,
universitas (Daigaku), akademi teknologi (Tanki-daigaku), sekolah tinggi teknik
(Koto-senmon-gakko) dan sekolah kejuruan (Senmon-gakko).
Hampir
sama dengan Indonesia, lama masa studi untuk pendidikan tinggi (sarjana) adalah
4 tahun kecuali bidang pendidikan kedokteran yang relatif menghabiskan 6 tahun. Untuk tingkat studi lanjutan,
biasanya dibutuhkan waktu 2 tahun (program master) dan 3 tahun (program
doktor).
Tahun
akademik dimulai sekitar bulan April dan berakhir Maret tahun berikutnya.
Perkuliahan dibagi dalam dua semester, semester pertama berlangsung dari Maret
sampai dengan September dan semester kedua dimulai dari bulan oktober dan
berakhir Maret.
Bahasa
yang umum digunakan dalam proses belajar mengajar adalah bahasa Jepang. Namun,
ada beberapa program tertentu yang menggunakan bahasa Inggris sebagai
perantara. Oleh karena itu setiap mahasiswa asing yang ingin melanjutkan studi
ke Jepang perlu mempersiapkan kemampuan bahasa ini dengan sebaik mungkin.
Berikut
ini 10 top ranking Universitas di Jepang
by 2010 University Web Ranking
1. Universitas Keio
2. Universitas Tokyo
3. Universitas Waseda
4. Universitas Osaka
5. Universitas Hokkaido
6. Institut Tekhnologi Tokyo
7. Universitas Hiroshima
8. Universitas Kobe
9. Universitas Kyoto
10. Nihon University
Untuk informasi lebih detail mengenai studi dan tinggal di
Jepang, bisa kunjungi http://www.studyjapan.go.jp atau http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar